Sampassador: Upaya Remaja Bergerak Melawan Sampah

  • Posted: 2024-10-09
  • By: Valerie Graceline Darsojo (XI-G/15), Jovan Nathanael (XII-D/14) | Dokumentasi Pribadi (Valerie Graceline Darsojo)

Berdasarkan data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), Indonesia merupakan negara penghasil sampah plastik terbanyak kedua setelah China. Sebanyak 3,2 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dihasilkan oleh negara kita setiap tahunnya. Sebagai generasi muda penerus bangsa, kita perlu lebih bijak dalam menanggapi permasalahan tersebut. Lantas, upaya-upaya penanggulangan sampah menjadi topik hangat yang harus dibahas oleh para sampassador selama lima hari lamanya.

“Wer sind wir? Sampassador!” merupakan kalimat yang tidak asing bagi kami, Valerie Graceline Darsojo dan Jovan Nathanael, peserta didik SMA Santa Ursula BSD yang berkesempatan mengikuti kegiatan perkemahan remaja (Schülercamp) yang diadakan oleh Goethe-Institut Indonesien pada tanggal 29 Juli-1 Agustus lalu. Acara ini merupakan proyek dari Goethe-Institut yang berkolaborasi dengan Monumen Antroposen Indonesia, Bule Sampah dan Save The Children Indonesia, yang diselenggarakan di Yogyakarta. Selama mengikuti acara Schülercamp, kami  turut membahas serta mendalami isu-isu keberlanjutan mengenai sampah, ekonomi sirkuler, hingga ikut terjun dan terlibat dalam membersihkan lingkungan di sekitar kami. 

Lalu, sebenarnya apa itu Sampassador? Sampassador sendiri merupakan akronim dari dua kata, ‘Sampah’ dan ‘Ambassador’, yang secara harfiah diterjemahkan menjadi ‘duta sampah’. Kata inilah yang diangkat menjadi tema untuk kegiatan Schülercamp kali ini. Harapannya, setelah mengikuti kegiatan ini, para peserta mampu menjadi promotor kebiasaan keberlanjutan yang mengusung nilai-nilai kebersihan, kepekaan, dan cinta lingkungan. 

Hari Minggu merupakan hari pertama kami, peserta Schülercamp, tiba di kota Yogyakarta. Pada hari tersebut, kami dapat saling mengenal peserta lain yang berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, dari Aceh hingga Papua. Malamnya, kami pun mendapatkan penjelasan mengenai kegiatan yang akan dilakukan selama seminggu, serta tata tertib selama kamp berlangsung. Kami juga dapat berkenalan bersama teman-teman sekamar kami yang memang sengaja dipasangkan dari daerah yang berbeda-beda.

Kegiatan sejatinya dimulai pada hari Senin, yang mana setiap paginya selama tiga hari ke depan dibuka dengan kursus Bahasa Jerman di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Melalui kelas bahasa Jerman yang diberikan, kami secara aktif didorong untuk belajar mendeskripsikan dan mengulas topik-topik tentang lingkungan dalam Bahasa Jerman.

Hari kedua kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke Monumen Antroposen. Sebuah monumen hasil karya Franziska Fennert, seorang seniman asal Jerman yang memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Istilah ‘antroposen’ sendiri mengacu pada era geologi masa kini, dimana aktivitas manusia mulai mempengaruhi iklim dan ekologi Bumi, baik melalui perilaku pembuangan sampah manusia yang berlebih, ataupun produksi gas rumah kaca yang perlahan menghangatkan Bumi. Hal ini tercerminkan dengan lokasi monumennya yang terletak persis di samping TPA Piyungan, di kawasan Kabupaten Bantul. 

Untuk kurun waktu yang cukup lama, TPA Piyungan menjadi tempat pembuangan utama untuk Kota Yogyakarta dan kawasan di sekitarnya sebelum ditutup pada tahun 2024 akibat kelebihan kapasitas. Di tengah tumpukan sampah yang masih berserakan di sekitar monumen tersebut, para penggagas Monumen Antroposen mampu memanfaatkannya dengan mendirikan sebuah pabrik eco-brick berskala kecil di kompleksnya. Kami diajak melihat proses pembuatan eco-brick tersebut, mulai dari tahap pencacahan, pemadatan, hingga  menjadi produk fungsionalnya.

Di Monumen Antroposen inilah, para peserta Schülercamp diberikan penyuluhan dalam bentuk seminar mengenai dampak destruktif dari sampah plastik oleh Benedict Wermter, atau yang dikenal di dunia media sosial sebagai “Bule Sampah”. Ia adalah seorang jurnalis sekaligus influencer yang kerap membahas permasalahan lingkungan, terutama di Indonesia. Bersamanya, kami diajak untuk mengumpulkan dan memilah sampah yang ada di sekitar Monumen Antroposen. Sembari memilah, kami juga dijelaskan jenis-jenis plastik yang umumnya beredar di lingkungan. Contohnya adalah plastik PET (Polyethylene Terephthalate) yang biasanya merupakan bahan penyusun botol plastik, serta plastik LDPE (Low-density Polyethylene) yang sering digunakan sebagai bungkus makanan dan kantong plastik. Setelah selesai dipilah, kami membawa sampah tersebut untuk diberikan kepada Bank Sampah. Bank Sampah yang kami datangi adalah Bank Sampah Gemah Ripah yang berlokasikan di Bantul. Kami juga dijelaskan tata cara menyetorkan sampah, mulai dari proses pendataan hingga penyetoran.

Selain itu, kami juga berkesempatan untuk mengunjungi situs cagar budaya bekas peninggalan kerajaan Mataram Islam, salah tiga di antaranya adalah Museum Pleret, Makam Ratu Malang, serta reruntuhan dari Masjid Kauman Pleret. Kunjungan ini sendiri memiliki kaitan erat dengan topik kami yakni Sampah dan Monumen Antroposen. Sejak masa kesultanan, sering dapat dijumpai candi yang dibangun sebagai bentuk simbolisme maupun arsip sejarah (“collective memory”). Tradisi ini kemudian berkembang dengan dibangunnya monumen yang berperan sebagai simbol nasionalisme bangsa pada masa proklamasi hingga kemerdekaan. Di masa kini, Monumen Antroposen berperan sebagai media perantara yang menunjukkan bahwa sampah kita sehari-hari dapat diubah menjadi sebuah karya seni yang bermakna. Kehadiran Monumen Antroposen sendiri diharapkan dapat membuka wawasan bagi masyarakat untuk belajar mengolah sampah dan memanfaatkan hasilnya untuk memajukan perekonomian setempat. 

Tidak hanya berhenti pada kegiatan pemilahan sampah di Monumen Antroposen, semangat untuk berkontribusi terhadap lingkungan kami wujudkan dalam kegiatan membersihkan Pantai  Parangkusumo, Yogyakarta. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel dan Direktur Goethe-Institut, Constanze Michel yang turut memberikan kata sambutan dan tanggapan positif mengenai program ini. Untuk kegiatan pembersihan sampah di pantai, kami dibekali karung guna mengumpulkan sampah yang dapat kami temui di sepanjang pesisir pantai. Pada saat ini, kami didorong untuk mengutamakan nilai kerja sama agar dapat mengumpulkan sebanyak-banyaknya sampah di sekitar pantai. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan bersih pantai ini membuka mata kami mengenai pentingnya menjaga lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya. Kami dapat menemukan kehadiran sampah plastik dari mancanegara yang terbawa ombak dan arus air hingga ke pantai kita karena dibuang secara sembarangan di pesisir pantai.

Kegiatan membersihkan pantai ini juga diselingi dengan beberapa kegiatan menarik lainnya seperti membuat sabun menggunakan minyak jelantah. Selain itu, kami juga diberikan penjelasan lebih lanjut seputar iklim dan perubahannya melalui seminar yang diberikan oleh organisasi Save The Children Indonesia.

Malamnya, kegiatan Schülercamp ditutup dengan acara formal yang dihadiri oleh Kepala Sekolah masing-masing. Lima hari yang telah kami lalui bersama-sama menghasilkan sebuah verhaltenskodex (komitmen bersama) yang kami sampaikan pada penghujung acara di malam hari, meliputi janji untuk mengurangi konsumsi plastik, menghemat air dan energi, serta mengambil peran meningkatkan kesadaran bersama tentang cara-cara melindungi lingkungan.

Tentunya seluruh rangkaian kegiatan ini membekali kami dengan ilmu dan keterampilan yang sangat penting dalam hidup. Banyak sekali keterampilan teknis yang didapat dari kegiatan Schülercamp ini, seperti ilmu Bahasa Jerman yang telah diajarkan, pengetahuan historis tentang situs-situs di seputaran daerah Yogyakarta, serta ilmu lingkungan yang didapat dari berbagai seminar. Akan tetapi, tak kalah penting juga adalah keterampilan non-teknis dan soft-skills yang terasah, seperti bagaimana kami harus menjalin relasi dan komunikasi dengan orang-orang dari berbagai wilayah Indonesia, mengungkapkan pendapat, berdiskusi dalam sebuah kelompok, dan keterampilan lainnya. 

Bila seluruhnya harus disimpulkan dalam satu kata, yaitu “tercerahkan”. Adanya kegiatan ini membuka mata kami akan betapa mendesaknya permasalahan lingkungan ini, terutama di Indonesia, sembari memberikan dorongan kepada kita sebagai remaja masa depan bangsa untuk segera bertindak menghadapi tantangan ini. Hal-hal yang dilakukan dapat dimulai dari langkah-langkah sederhana, seperti selalu membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai, dan memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar. 

Kita perlu ingat bahwa Bumi adalah satu-satunya rumah kita semua. Marilah kita jaga bersama, agar tetap indah untuk semua manusia dan makhluk seisinya. 

Daftar Pustaka:

Indraswari, D. L. (2023, August 6). Jalan Panjang Menuju Indonesia Bebas Sampah. kompas.id. https://www.kompas.id/baca/riset/2023/08/07/jalan-panjang-menuju-indonesia-bebas-sampah

 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined index: HTTP_REFERER

Filename: views/page_news_detail.php

Line Number: 38

Backtrace:

File: /home/sant9977/public_html/application/views/page_news_detail.php
Line: 38
Function: _error_handler

File: /home/sant9977/public_html/application/views/template.php
Line: 107
Function: view

File: /home/sant9977/public_html/application/controllers/News.php
Line: 90
Function: view

File: /home/sant9977/public_html/index.php
Line: 315
Function: require_once

Back