MENEMUKAN KASIH ALLAH DALAM KEHENINGAN RETRET 2025

  • Posted: 2025-12-27
  • By: Valentinus Matthew Danurwendo / 9C | Editor : Yulia Mariyani

Sejak pertama kali kaki saya melangkah memasuki tempat retret, ada suasana hening yang berbeda seakan-akan ada sesuatu yang lembut namun kuat yang sedang menunggu kami. Kami datang siap membuka hati dan mengubah cara kami memandang hidup. Suasana yang tenang, rapi, dan penuh damai membuat saya merasa bahwa perjalanan batin ini bukan sekadar rutinitas sekolah, tetapi sebuah undangan untuk bertemu dengan diri sendiri dan Allah yang hadir secara nyata. Pada kesempatan ini saya ingin menceritakan pengalaman retret yang saya ikuti pada tanggal 26–28 November 2025. Kegiatan retret ini dibagi menjadi tiga kelompok: Kelompok 1 mengikuti retret pada 24–26 November 2025, Kelompok 2 pada 26–28 November 2025, dan Kelompok 3 pada 28–30 November 2025. Pembagian kelompok dilakukan secara acak dan seluruh pesertanya merupakan siswa beragama Katolik, sementara teman-teman yang non-Katolik juga akan mengikuti retret pada waktu yang berbeda sehingga semua tetap mendapatkan kesempatan yang sama. 

Retret kali ini mengusung tema “Imanuel: Allah Beserta Kita,” yang mengajak kami menyadari bahwa kehadiran Allah bukan hanya sekedar pengetahuan, tetapi pengalaman nyata yang menyentuh seluruh diri, baik jasmani maupun rohani. Kami belajar tentang tiga daya jiwa yaitu pikiran, hati, dan kehendak yang masing-masing memiliki peran penting dalam hidup beriman. Hati dipanggil untuk mengalami kasih Allah dan menggerakkan kami untuk mengasihi serta menunjukkan empati kepada sesama; kehendak menuntun kami untuk tetap memilih kebaikan dan kesetiaan kepada Tuhan meskipun menghadapi perubahan besar dalam kehidupan sosial, alam, dan teknologi; sementara pikiran mengarahkan kami untuk memahami kehendak-Nya secara jernih, membedakan benar dan salah, serta mengolah informasi dengan bijaksana. Pelajaran ini menegaskan bahwa Allah hadir dalam seluruh aspek hidup kita dan membimbing pertumbuhan kita secara utuh. 

Selain materi, saya juga mengalami hal-hal menarik, misalnya kesempatan untuk melayani teman-teman melalui kelompok piket dengan membersihkan piring, alat makan, dan menata meja makan. Tindakan sederhana itu membuat saya semakin memahami bahwa apa yang dipelajari tentang pikiran, hati, dan kehendak bukan sekadar teori, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata: hati mengajarkan empati, kehendak mendorong untuk tetap membantu meski lelah, dan pikiran menyadarkan bahwa pelayanan kecil pun merupakan panggilan Tuhan untuk hidup dalam kasih. Saat sesi refleksi, ketika kami saling berbagi pengalaman dan saling menguatkan, saya benar-benar merasakan bahwa Allah hadir di antara kami. Imanuel yang menuntun kami bertumbuh melalui kebersamaan, pelayanan, dan kepedulian. Dari retret ini, saya menyadari bahwa kehadiran Allah tidak hanya dirasakan dalam doa atau materi rohani, tetapi juga dalam pengalaman sehari-hari. Pikiran membantu kami membuat keputusan yang bijak, hati menggerakkan kami untuk mengasihi, dan kehendak meneguhkan pilihan untuk tetap berbuat baik. Retret ini mengajarkan bahwa hidup beriman bukan hanya tentang kata-kata, tetapi tentang tindakan nyata yang mencerminkan kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari.