DARI SANTA URSULA UNTUK INDONESIA: 35 TAHUN MENGABDI, MELAYANI, DAN BERJUANG ATAS NAMA KEADILAN

  • Posted: 2025-09-02
  • By: Jacinda Ruela Oktavia (Jessie) / XII-E / 15 | Dokumentasi oleh: Aldric / XI-C

“Santa Ursula sebagai Lembaga Pendidikan dan Perjuangannya”

Santa Ursula BSD, sebagai lembaga pendidikan Katolik di bawah Yayasan Sancta Ursula dan Ordo Ursulin, telah 35 tahun hadir untuk membentuk manusia yang utuh, cerdas, dan siap melayani. Berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan iman Katolik, Santa Ursula menanamkan motto Serviam (aku melayani) dan nilai insieme (kebersamaan) sebagai inti dalam proses pendidikannya. Dengan menekankan cinta, belas kasih, integritas, dan keberanian, Santa Ursula telah berperan dalam membentuk karakter yang selaras dengan semangat kemerdekaan, yaitu kebebasan untuk berkembang dan memberi makna bagi sesama.

 

Pendidikan, Kebutuhan Dasar dan Hak Setiap Warga Negara

Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara dan fondasi penting dalam pembangunan bangsa. Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, negara menjamin hak belajar minimal sembilan tahun bagi seluruh anak bangsa. Namun, realitas sosial di masyarakat menunjukkan bahwa belum semua anak mendapatkan kesempatan yang adil untuk mengakses pendidikan berkualitas. Ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara Pulau Jawa dan luar Jawa, menunjukkan bahwa kemerdekaan dalam bidang pendidikan masih jauh dari kata tuntas. Ketidakmerataan ini juga berdampak langsung pada kesenjangan sosial dan ekonomi, di mana anak-anak dari daerah tertinggal harus berjuang lebih keras hanya untuk mendapatkan fasilitas pendidikan dasar yang memadai. Lalu marilah kita merefleksikan diri: Apakah kita benar-benar merdeka jika hak dasar untuk memperoleh pendidikan berkualitas belum dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat?

Terdapat tiga contoh konkret yang mencerminkan hal ini. Pertama, banyak anak di daerah terpencil masih putus sekolah karena faktor ekonomi, jarak, dan minimnya fasilitas. Kedua, kesenjangan kualitas guru dan sarana prasarana pendidikan antara kota dan desa menyebabkan ketimpangan mutu pembelajaran. Ketiga, keterbatasan akses teknologi di luar Jawa menghambat kemampuan siswa dalam mengikuti perkembangan dunia digital dan global. Ketiga contoh nyata ini membuktikan bahwa kemerdekaan dalam bidang pendidikan belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia

 

Kemiskinan dan Pengangguran, Bentuk Nyata Ketidakadilan Sosial

Kemerdekaan juga bukan hanya sekadar bebas dari penjajahan secara fisik, tetapi juga harus mencakup kebebasan dari ketidakadilan sosial. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa dalam aspek sosial, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Ketidakadilan sosial masih terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kesenjangan ekonomi, diskriminasi gender, termasuk ketidakmerataan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan. Ketimpangan ini membuat sebagian besar masyarakat, terutama mereka yang berasal dari kelompok menengah ke bawah (inferior) masih sulit merasakan hak-hak dasar yang seharusnya menjadi bagian dari kemerdekaan itu sendiri, seperti kebutuhan untuk memenuhi dasar pangan, pendidikan, dan kesehatan.

Perempuan, misalnya, masih menghadapi diskriminasi dalam dunia kerja dan politik. Banyak dari kaum perempuan belum memperoleh kesempatan dan upah yang setara dengan laki-laki. Kelompok minoritas dan masyarakat adat juga kerap mengalami marginalisasi, kehilangan hak atas tanah, dan kesulitan mendapatkan perlindungan hukum. Contoh nyata adalah perjuangan petani perempuan Kendeng yang mengangkat isu ketimpangan dari sudut pandang ekofeminisme, di mana perempuan menjadi kelompok terdepan dalam mempertahankan hak hidup dan lingkungan. Ini menunjukkan bahwa masih banyak lapisan masyarakat yang belum menikmati kemerdekaan sosial yang sejati.

 

Makna Kemerdekaan yang Sesungguhnya

Merdeka bukan sekadar kata yang menandai kebebasan dari penjajahan fisik, melainkan sebuah kondisi di mana setiap warga negara bebas dari penindasan, ketidakadilan, dan kemiskinan. Merdeka mencakup kebebasan seutuhnya dari segala bentuk penindasan, baik fisik maupun struktural, yang memungkinkan setiap individu memiliki kendali atas hidupnya sendiri. Dalam konteks Indonesia, kemerdekaan juga berarti terwujudnya pemerataan kesejahteraan, pendidikan berkualitas yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, dan penegakan hak asasi manusia tanpa diskriminasi.

 

Tujuh puluh sembilan tahun telah berlalu sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, namun makna sejati kata “merdeka” masih menjadi pertanyaan besar. Di

balik kemeriahan perayaan tahunan dan kibaran Sang Merah Putih, tersembunyi realita pahit yang jauh dari cita-cita para pendiri bangsa. Ketimpangan sosial, korupsi yang mengakar, dan perjuangan sehari-hari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar menjadi potret nyata Indonesia hari ini. Sudah waktunya kita bertanya: Sudahkah kita benar-benar merdeka?

– Tria Kholifah, Realita Kemerdekaan Indonesia: Jeritan Pilu di Balik Kata “Merdeka,” lpmkeadilan.org, dipublikasikan pada 17 Agustus 2024.
 

Meski Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, berbagai tantangan struktural seperti korupsi, ketimpangan sosial, dan kemiskinan masih menjadi penghalang besar. Kemerdekaan sejati bukanlah tujuan yang selesai dalam satu waktu, tetapi proses panjang yang menuntut keterlibatan dan perjuangan kolektif. Selama masyarakat masih harus memperjuangkan hak-haknya yang paling dasar, perlu diakui bahwa Indonesia masih belum sepenuhnya merdeka.

 

Santa Ursula Hadir Sebagai Solusi, Mengupayakan Kemerdekaan Sejati

Di tengah kompleksitas tantangan bangsa, Santa Ursula hadir sebagai lembaga pendidikan dan juga sebagai agen perubahan sosial. Selama 35 tahun keberadaannya di BSD, Santa Ursula telah membuktikan diri sebagai tempat pembinaan nilai, karakter, dan kesadaran sosial yang kuat. Dengan semangat Serviam dan insieme, sekolah ini berkomitmen membentuk pribadi yang cerdas, berintegritas, dan peduli pada sesama.

Melalui pendekatan pendidikan holistik dan berbasis nilai, Santa Ursula menciptakan ruang aman dan berkualitas bagi setiap siswanya untuk tumbuh. Di samping kecerdasan intelektual, siswa juga dibentuk agar memiliki empati, kepedulian, dan semangat melayani. Dalam aspek sosial, siswa diajak terlibat langsung dalam berbagai kegiatan pelayanan masyarakat yang membentuk karakter solider dan adil. Santa Ursula mendorong siswanya untuk peka terhadap realita di sekitar, serta berani mengambil peran dalam menciptakan perubahan. Siswa tidak hanya dididik untuk menjadi unggul dalam prestasi, tetapi juga untuk membagikan ilmunya bagi kesejahteraan bersama. Proyek pengabdian, kampanye sosial, serta edukasi nilai kemanusiaan yang dilakukan siswa dan guru menjadi wujud nyata perjuangan dalam mewujudkan keadilan.

Dengan nilai-nilai Santa Angela, Serviam, integritas, dan keberanian, Santa Ursula membentuk pribadi-pribadi yang tidak hanya mandiri, namun juga menjadi pembawa harapan dan keadilan di tengah masyarakat. Inilah wujud kontribusi Santa Ursula dalam mewujudkan kemerdekaan yang sejati bagi Indonesia, melalui pembentukan pribadi dan karakter yang tidak hanya mandiri, tetapi juga menjadi pembawa perubahan bagi masyarakat di sekitarnya.


SISTEM PENERIMAAN MURID BARU 2026/2027 //