REFLEKSI DUNIA PENDIDIKAN TERHADAP PROSES DEMOKRASI PEMILU 2024

  • Posted: 2024-05-20
  • By: Ch. Enung Martina

“Politiae Legius Non Leges Politii Adoptandae” Politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya. 

Politik secara ringkas adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan kekuasaan, pemerintahan, proses memerintah dan bentuk organisasi pemerintahan, lembaga/institusi, tujuan negara atau pemerintahannya. Ilmu politik membahas secara sistematis dan analitis masalah kenegaraan, dan merupakan ilmu sosial yang paling tua di dunia. Kenyataannya pendidikan politik untuk masyarakat luas maupun sekolah-sekolah, tidak dianggap penting. Karena itu banyak terjadi masyarakat awam, bahkan kaum terpelajar sekalipun  menjadi buta akan politik. Bila terjadi hukum tunduk pada politik, seperti yang terjadi di negeri kita tercinta ini, sebagai masyarakat awam tak bisa melakukan apa-apa. Dan parahnya lagi, pada saat Pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi, demokrasi ternyata malah mati. Ironis, bukan?

 

Proses pemilu adalah sarana konvensional dalam merotasi pergantian kekuasaan. Guna mewujudkan pemilu yang berkualitas, negara perlu menjamin adanya standar keberlangsungan proses pemilihan secara bebas, rahasia, jujur dan adil didukung dengan ketersediaan perangkat atau lembaga penyelenggara yang imparsial, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga dalam kondisi iklim demokrasi suatu negara yang baik maka semakin kuat pelaksanaan norma democratic values sebagai dasar dari ethical political behaviour penyelenggara negara.

Namun dalam konteks Pemilu 2024 yang sudah terselenggara beberapa waktu lalu, telah banyak memberikan catatan kusam bagi sejarah demokrasi  di Indonesia. Campur tangan kekuasaan untuk memenangkan salah satu paslon dengan vulgar dipertontonkan, keberpihakan Presiden, keterlibatan menteri-menteri untuk andil berkampanye, sistem penghitungan yang problematik dan dugaan penyalahgunaan aparatur negara hingga politisasi bantuan sosial menjelang hari-hari pemilihan berlangsung menjadi sekian banyak masalah yang terangkat ke permukaan.

Prabowo-Gribran telah ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Nomor 504 Tahun 2024. Meraup suara 58,59% + Menang di 20 provinsi dari 38 provinsi. Kemunduran demokrasi tersebut menjadi refleksi bagi dunia pendidikan. Dua pertanyaan refleksi disampaikan oleh  narasumber Agustinus Prasetyantoko, M.Sc., Ph.D G. dalam kegiatan Seminar Pendidikan Politik untuk Guru Santa Ursula BSD. pertanyaan pertama : Apa ‘REFLEKSI” atas realitas politik tersebut?’ dan ‘Bagaimana kita (dunia Pendidikan) harus bersikap?’.

Dalam Pemilu 2024 yang telah  berlangsung,  kita telah mengalami keadaan politik hukum yang tidak sehat. Kepentingan individu, kelompok dan keluarga lebih diutamakan dibandingkan kepentingan rakyat. Pagar pembatas potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam konstitusi tak dihiraukan, dan tak sedikit dilanggar maupun ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan. Menyaksikan kondisi politik hukum yang sedang terjadi, ini menandakan bahwa politik di Indonesia  memang memiliki power lebih kuat dibandingkan hukum.

Realitas politik menunjukkan kemunduran demokrasi. Pemilu 2024 bukan soal siapa presiden dan wakil presidennya, tetapi bagaimana proses demokrasi telah cacat (flawed democracy). Akar kemunduran demokrasi bisa jadi karena ”personifikasi negara”. Perlu refleksi dan daya kritis. Tantangan demokrasi sangat berat, sehingga perlu konsolidasi pendidikan demokrasi dari dunia pendidikan. 

Menjadi sebuah tantangan bagi dunia pendidikan  untuk mencari cara bagaimana membawa generasi bangsa untuk lebih melek politik. Wacana keberlanjutan menjadi kisi-kisi penting bagaimana kita dapat memprediksi kondisi kepatuhan hukum di masa depan di tangan pasangan terpilih tersebut. Pasca terjadinya kemerosotan standar etika demokrasi karena problematika putusan MK,  tidak ada yang dapat diharapkan soal supremasi hukum dan perbaikan iklim demokrasi dari Presiden terpilih Pemilu 2024 saat ini. 

Pastinya kejadian yang kita alami sekarang ini, tak ingin kita ulang kembali pada masa yang akan datang. Itulah gunanya pendidikan politik diberikan kepada generasi muda. Pendidikan politik tidak terbatas soal pemilihan umum. Karena itu, pendidikan politik perlu dilakukan terus-menerus atau berkelanjutan karena menyangkut sistem nilai sehingga para siswa dapat menjadi warga negara yang berdaya politik yang baik. 

David Easton (Sirozi, 2005: 49) mengatakan bahwa ‘salah satu kondisi fundamental untuk mempertahankan suatu sistem politik adalah bahwa ketika generasi muda dalam suatu masyarakat menginjak dewasa, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap sebagaimana diharapkan oleh para anggota dan sistem yang ada’. 

 

Berdasarkan pendapat David Easton tersebut, terlepas dari apakah sistem politik negara tersebut baik atau buruk, jika sistem tersebut ingin tetap berlanjut, maka dalam artian luas sistem tersebut harus mampu mendidik anggota masyarakatnya, terutama generasi muda untuk memainkan peran-peran tertentu yang diharapkan dari mereka. Pendidikan politik memegang peranan penting untuk dapat mendidik generasi muda agar mendapat pemahaman yang jelas terhadap berbagai konsep dan simbol politik, terutama dalam membentuk kesadaran politiknya. 

Pendidikan politik menjadi sarana bagi para pemuda untuk mematangkan pemahamannya terhadap orientasi politik fundamental yang mesti dimiliki untuk dapat membentuk kesadaran politik yang tinggi. Kesadaran politik yang dimiliki seseorang tidak datang dengan sendirinya,  tetapi melalui proses yang panjang. Walaupun keluarga, media massa, dan pengalaman politik turut menentukan proses pembentukan kesadaran politik seseorang, namun peranan lembaga lembaga pendidikan pun tidak bisa dikesampingkan.

Lewat pendidikan politik individu diajarkan bagaimana mereka mengumpulkan informasi dari berbagai media massa, diperkenalkan mengenai struktur politik, lembaga-lembaga politik, lembaga-lembaga pemerintahan. Tujuan utama yang dimiliki oleh pendidikan politik. Pertama, dengan adanya pendidikan politik diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai – nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Kedua, bahwa dengan adanya pendidikan politik setiap individu tidak hanya sekedar tahu saja tapi juga lebih jauh dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik.

Subyek belajar dalam kegiatan pendidikan politik ialah individu-individu yang tengah belajar atau siswa belajar. Sekolah, panti dan lembaga-lembaga tertentu merupakan lokasi proses belajar. Sedangkan “guru” adalah organisatoris dari semua proses belajar politik. Guru tidak menjadi sumber pengetahuan satu-satunya, sebab semua individu yang tengah belajar politik itu juga ikut memberikan saham dalam pemberian informasi, selaku organisator, guru bertugas untuk :

  1. Memberikan jalan dan fasilitas kemudahan, agar para siswa bisa mendapatkan informasi yang akurat tentang 
  2. Melatih siswa berpikir kritis dan mandiri (menjadi pribadi otonom)
  3. Mendorong siswa bertingkah laku/berbuat politik lurus dan benar, sesuai dengan naluri kemanusiaannya serta hati nuraninya 

Pendidikan politik bisa dimulai dengan kegiatan persekolahan sehari-hari. Misalnya dimulai dari belajar kepemimpinan di kelas, belajar melayani dalam kegiatan pembelajaran, kegiatan – kegiatan di laur kelas, ekstrakurikuler, dan kegiatan lain yang menunjang, Selain itu, untuk tingkat SMP dan SMA, penerapan pendidikan politik pada peserta didik dilakukan siswa pada saat pemilihan umum ketua OSIS.  Pendidikan politik juga dapat diperoleh siswa melalui pelajaran yang diberikan oleh guru secara langsung melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan kegiatan literasi terkait politik.

Diharapkan kepada semua pihak khususnya guru dapat memberikan pendidikan politik yang baik kepada peserta didik.  Peran guru akan sangat berpengaruh terhadap pendidikan politik bagi peserta didik di sekolah, Karena kita tahu bahwa kemajuan suatu negara tidak hanya tergantung pada kekuatan ekonomi, tetapi juga kekuatan politiknya. Pendidikan politik yang baik akan membentuk generasi penerus yang cerdas dan kritis dalam mengambil keputusan di masa sekarang dan mendatang.