Talitha Kum International merupakan jaringan biarawati internasional yang berkomitmen memerangi kejahatan perdagangan manusia (human trafficking). Organisasi ini didirikan pada tahun 2009 oleh International Union of Superiors General (UISG) di Roma. Nama “Talitha Kum” diambil dari Injil Markus 5:41 yang berarti “Anak, bangunlah”, melambangkan harapan dan kebangkitan bagi para korban perdagangan manusia. Sejak berdiri, Talitha Kum mengalami perkembangan yang pesat. Pada tahun 2013, jaringan ini telah hadir di 75 negara dengan melibatkan sekitar 600 biarawati, dan dua tahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi 80 negara dengan lebih dari 1.100 biarawati yang aktif melayani. Salah satu tokoh penting dalam gerakan ini adalah Suster Aboy (Acilino MPM).
Misi utama Talitha Kum adalah mewujudkan dunia yang bebas dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Upaya tersebut dilakukan melalui kolaborasi lintas negara, lintas agama, dan lintas organisasi dengan fokus pada empat bidang utama, yaitu pencegahan (preventif), penyelamatan korban (rescue), rehabilitasi, dan reintegrasi sosial. Program pencegahan dilaksanakan melalui sosialisasi di sekolah, gereja, dan paroki, serta pelatihan bagi pendidik, pemuka agama, dan kaum muda agar memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengenali serta mencegah tindak perdagangan manusia di lingkungannya.
Perdagangan manusia merupakan aib kemanusiaan sekaligus pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius. Modus yang sering digunakan pelaku antara lain menawarkan pekerjaan bergaji tinggi melalui media sosial, memberikan persyaratan yang tampak mudah seperti biaya keberangkatan gratis, atau melakukan rekrutmen tanpa prosedur resmi. Berdasarkan definisi TPPO, terdapat tiga komponen utama, yaitu proses (meliputi perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penampungan, dan penerimaan korban), cara (seperti pemaksaan, penipuan, penculikan, penyalahgunaan kekuasaan, atau pemberian hutang), dan tujuan (yakni eksploitasi baik secara seksual maupun tenaga kerja). Untuk korban anak, meskipun tanpa unsur paksaan, perbuatan tersebut tetap dikategorikan sebagai TPPO karena eksploitasi berarti memanfaatkan tenaga, keterampilan, atau tubuh seseorang secara tidak manusiawi untuk keuntungan pihak lain.
Modus eksploitasi perdagangan manusia kini semakin beragam. Salah satunya adalah penipuan berkedok agensi artis atau model palsu yang meminta korban mengirimkan foto pribadi tanpa kontrak kerja yang jelas. Ada pula tawaran kerja atau sekolah di luar negeri dengan prosedur yang tidak transparan dan tanpa seleksi ketat. Selain itu, eksploitasi daring (online grooming) juga semakin marak. Dalam modus ini, pelaku mendekati korban melalui media sosial dengan berpura-pura menjadi teman, kemudian membangun kepercayaan untuk tujuan eksploitasi.
Untuk mencegah terjerat dalam jaringan perdagangan manusia, setiap orang perlu bersikap waspada dan bijak. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain berpikir matang sebelum mengambil keputusan, memilih teman dan relasi dengan hati-hati, tidak mudah percaya kepada orang asing, tidak sembarangan memberikan data pribadi, serta mewaspadai tawaran kerja atau pendidikan yang tidak jelas asal-usulnya. Konsultasi dengan orang tua, guru, atau pihak berwenang juga sangat penting, terutama ketika menerima tawaran dari pihak yang tidak dikenal. Penggunaan media sosial pun harus bijak, karena keselamatan jauh lebih berharga daripada sekadar gengsi.
Salah satu bentuk perdagangan manusia yang semakin marak di era digital adalah Online Sexual Exploitation of Children (OSEC), yaitu eksploitasi seksual anak melalui internet. Dalam kasus ini, pelaku sering memproduksi Laporan Seksual Anak (LSAM) berupa foto atau video digital yang mengeksploitasi anak. Modus yang digunakan antara lain membangun kepercayaan korban, memberikan hadiah, meminta foto atau video tidak pantas, hingga melakukan pemerasan dan ancaman. Bentuk eksploitasi seksual daring ini dapat berupa sexting (pengiriman atau penerimaan konten seksual melalui media sosial), pemerasan seksual (sextortion), maupun pelecehan melalui siaran langsung (live streaming). Para pelaku bisa bersifat situasional, yaitu melakukan kejahatan karena adanya kesempatan, atau preferensial, yaitu mereka yang memiliki kecenderungan seksual terhadap anak.
Keberadaan Talitha Kum Internasional menjadi sangat penting sebagai garda terdepan dalam melawan perdagangan manusia. Melalui kolaborasi global serta fokus pada pencegahan dan pendampingan korban, jaringan ini membawa harapan baru bagi para penyintas dan mengajak masyarakat dunia untuk lebih peduli terhadap isu kemanusiaan ini. Perjuangan melawan TPPO bukan hanya tugas lembaga tertentu, tetapi merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaga martabat dan keselamatan setiap manusia.
Seminar Seksualitas: Pentingnya Edukasi Seksualitas pada Remaja di Era Digital
Pagelaran Sabang Merauke, The Indonesian Broadway
Belajar Bersama Talitha Kum International : Pencegahan dan Penanganan TPPO
Dari Rasa Ragu Jadi Prestasi: Pengalaman Mengikuti Lomba Menulis Cerita Rohani Remaja MPK KAJ
“Langkah Kecil, Impian Besar – Mendampingi Anak Meraih Masa Depan” Talk Show untuk Orang Tua Siswa Kelas IX SMP Santa Ursula BSD
//