Lihatlah betapa pentingnya persatuan dan keserasian;
maka dambakanlah, carilah, peluklah, pertahankanlah hal itu sekuat tenaga;
karena saya berkata kepadamu, jika Anda semua hidup bersatu hati Anda
seperti benteng yang kuat, menara yang tak tergoyahkan melawan segala kejahatan,
serangan, dan kelicikan setan
(Nasehat Terakhir Santa Angela: 10 – 15)
Perkembangan teknologi, khususnya penggunaan gawai saat ini semakin memudahkan kaum muda mengembangkan diri dan berinteraksi dengan sesama. Penggunaan gawai tersebut juga memudahkan kaum muda memperoleh informasi yang begitu cepat. Pada ujungnya, penggunaan gawai mendorong mereka mengekspresikan gagasan dan tindakan dengan kreatif.
Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi itu kerap tidak ditanggapi secara bijaksana oleh kaum muda. Penggunaan media sosial melalui gawai mereka tidak jarang mendorong munculnya konflik. Saat pesan yang diperoleh itu dibaca dan kemudian disebar ternyata memaksakan pendapat. Seringkali, pesan tersebut cenderung atau bahkan menolak adanya keragaman.
Dalam empat tahun terakhir ini, keragaman kerap dilihat sebagai ancaman. Ia pun menjadi topik yang sensitif dan tabu untuk dibicarakan. Beragam dan berbeda dianggap sebagai hal yang dapat memicu konflik. Keunikan dan individualitas jadi sesuatu yang ditolak. Banyak individu terjebak pada pemahaman moral bahwa keragaman dan perbedaan adalah sesuatu yang bertentangan.
Pandangan di atas bukanlah sesuatu yang diyakini oleh semua umat. Dalam banyak literatur teks kitab suci dan kehidupan, keberagaman sudah menjadi keniscayaan dalam kehidupan manusia. Dia menjadi warna dan dinamika kehidupan. Mengingkari keragaman adalah mengingkari kebesaran Tuhan.
Sekolah Santa Ursula BSD tahun ini dipercaya menjadi tuan rumah penyelenggaraan International Ursuline Youth Camp (IUYC) 2018. Kegiatan ini merupakan ajang pertemuan dan kerja sama para pelajar, guru, dan pimpinan sekolah yang dikelola oleh Tarekat Santa Ursula. Kegiatan IUYC 2018 ini bertema “Insieme in Diversity” (Kebersamaan dalam Keragaman). Kegiatan ini bertujuan untuk memperlihatkan kepada kaum muda mengenai pentingnya menghargai dan menghormati keragaman dan perbedaan.
Sr. Agatha Linda Chandra, OSU, Provincial Ursulin Indonesia, menjelaskan, “kata “insieme” berarti “kebersamaan”, karena para peserta berasal dari berbagai negara, suku, bahasa, dan latar belakang. “Kebersamaan” para peserta akan menjadi satu kesatuan dalam keberagaman IUYC 2018.”
Kegiatan IUYC ini dilaksanakan di Gunung Geulis Camp Area, Kabupaten Bogor pada tanggal 6 - 10 Agustus 2018. Kegiatan ini diikuti oleh 327 siswa dan 72 guru pendamping. Mereka berasal dari berbagai sekolah Ursulin di Indonesia, Australia, Jepang, dan Taiwan. Sebanyak enam orang guru dari sekolah Ursulin di Polandia juga akan ikut menjadi peninjau. IUYC 2018 akan dilayani oleh 60 orang panitia, lebih dari 100 orang siswa sebagai service team, tenaga medik, dan tenaga dokumentasi.
Dalam kegiatan
Youth Camp ini, para peserta akan mengikuti serangkaian kegiatan. Mereka akan ikut serta dalam pemaparan pendidikan, refleksi dan presentasi atas hasil yang mereka wujudkan dalam program pemaparan pendidikan. Kegiatan-kegiatan lain adalah kegiatan keagamaan, penampilan seni dan budaya, serta rekreasi berupa permainan tradisional dari setiap sekolah. Program-program ini akan memperlihatkan keragaman yang dimiliki oleh setiap peserta, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
“Kegiatan ini harus menjadi perwujudan bahwa kebersamaan itu bukanlah berarti harus menanggalkan keunikan dan individualitas. Keduanya tetap harus ada. Kegiatan IUYC ini justru ingin merayakan Insieme in Diversity. Kegiatan ini juga untuk memperkuat kerjasama antar Sekolah Ursulin yang hadir dalam IUYC,” kata Sr. Francesco Marianti, OSU, Ketua IUYC 2018.